Volkswagen Tutup Pabrik di Jerman untuk Pertama Kalinya dalam Sejarah 88 Tahun
Sebagai simbol kekuatan industri Jerman, Volkswagen akhirnya menghentikan denyut produksi di negerinya sendiri. Sebuah keputusan bersejarah yang menandai babak baru—dan krisis baru—bagi raksasa otomotif Eropa.


Sumber foto:VOA Indonesia
Volkswagen akan menghentikan sepenuhnya produksi kendaraan di pabrik Dresden, Jerman, pada Selasa ini. Keputusan tersebut menjadi penutupan pabrik pertama di Jerman sepanjang 88 tahun sejarah Volkswagen, mencerminkan tekanan ekonomi global yang kian menghimpit industri otomotif Eropa.
Pabrik Dresden, yang mulai beroperasi pada 2001, menjadi korban dari melemahnya permintaan pasar, tingginya biaya produksi, serta dampak tarif Amerika Serikat yang membebani penjualan. Kendaraan terakhir yang keluar dari jalur perakitan adalah ID.3 GTX berwarna merah, yang akan ditandatangani para pekerja dan disimpan sebagai penanda akhir sebuah era.
Tahun lalu, Volkswagen telah memberi sinyal kemungkinan pemangkasan produksi seiring melemahnya pasar Eropa dan China—dua wilayah kunci bagi penjualan mereka. Situasi diperparah oleh tarif tinggi Amerika Serikat, yang menekan kinerja perusahaan di pasar global.
Meski produksi kendaraan dihentikan, fasilitas Dresden tidak sepenuhnya ditinggalkan. Pabrik yang dijuluki “Transparent Factory” karena dinding kacanya itu akan dialihfungsikan menjadi pusat riset teknologi masa depan, dengan fokus pada kecerdasan buatan, robotika, dan desain chip. Proyek ini akan digarap bersama pemerintah negara bagian Saxony dan Dresden University of Technology.
“Kami tidak mengambil keputusan ini dengan ringan,” ujar Thomas Schäfer, CEO merek Volkswagen. “Namun dari sudut pandang ekonomi, langkah ini mutlak diperlukan.”
Dalam kesepakatan dengan dewan pekerja, Volkswagen menyatakan bahwa 230 karyawan tersisa akan ditawari pesangon, paket pensiun, atau relokasi ke fasilitas lain.
Sejak dibuka, pabrik Dresden telah memproduksi berbagai model ikonik—mulai dari Phaeton, kemudian e-Golf, hingga ID.3 listrik. Kini, jalur produksi itu resmi berhenti.
Volkswagen juga menghadapi tekanan berat dari biaya energi dan tenaga kerja yang tinggi di Jerman, serta dampak tarif Presiden Donald Trump, yang berkontribusi pada kerugian sebesar US$1,5 miliar pada kuartal terakhir. Perusahaan memperkirakan beban tarif sepanjang tahun ini bisa melampaui US$5 miliar.
Di sisi lain, perlambatan ekonomi China turut memukul penjualan mobil kelas atas—termasuk merek Porsche, yang mayoritas sahamnya dimiliki Volkswagen. Krisis diperparah oleh ketegangan geopolitik terkait pasokan chip dari Nexperia, perusahaan berbasis di Belanda yang dimiliki grup China, Wingtech.
Masalah Volkswagen mencerminkan kondisi ekonomi Jerman secara keseluruhan. Negara tersebut mengalami kontraksi pada 2023 dan 2024, serta stagnasi sepanjang tahun ini. Meski demikian, ekonom Carsten Brzeski dari ING menyebut terdapat “tanda-tanda awal pemulihan” pada produksi industri Jerman.
Penutupan pabrik Dresden bukan sekadar keputusan bisnis—melainkan peringatan keras bahwa bahkan raksasa industri pun tak kebal dari perubahan peta ekonomi global.
