Trump Rebut Kendali Strategi Pemilu 2026: Taruhkan Nasib Partai — dan Masa Depan Kepresidenannya
Belum pernah terjadi: seorang presiden turun tangan 18 bulan sebelum pemilu. Trump melompat ke gelanggang sebelum waktunya—karena ia tahu satu hal… kekuasaannya sedang di ujung tanduk.


U.S. President Donald Trump foto oleh: reuters.com
Presiden Donald Trump memang tidak tercantum di surat suara pemilu paruh waktu 2026. Namun ia terjun langsung seolah masa jabatannya sendiri dipertaruhkan. Dari menghubungi kandidat, memberi dukungan awal, hingga menentukan arah pesan ekonomi, sembilan sumber internal Partai Republik menyebut Trump kini menjadi “komando pusat” strategi kemenangan GOP.
Langkah Tak Lazim Seorang Presiden
Sejak musim panas lalu—18 bulan sebelum hari pemungutan suara—Trump menekan anggota Kongres dari Partai Republik yang ingin maju sebagai gubernur atau senator agar tetap bertahan di kursi mereka demi menghindari perang internal di pemilihan pendahuluan. Langkah seawal ini disebut para analis politik sebagai sesuatu yang “sangat jarang terjadi dalam sejarah modern.”
Bill Galston, mantan penasihat Presiden Bill Clinton, mengatakan,
“Presiden biasanya baru digerakkan menjelang kampanye. Ini sangat tidak biasa.”
Kepanikan Usai Kekalahan Lokal
Kepanikan Trump meningkat setelah hasil pemilu lokal 4 November menunjukkan pemilih menghukum Partai Republik akibat biaya hidup yang melonjak. Dalam beberapa rapat setelah pemungutan suara, Trump dikabarkan naik pitam dan menegaskan bahwa isu keterjangkauan harga seharusnya menjadi senjata GOP. Ia menuntut timnya menonjolkan keberhasilan pemerintahannya menurunkan sebagian harga.
Untuk menekan inflasi, Trump bahkan mencabut sejumlah tarif impor demi memangkas harga daging, kopi, buah, dan kebutuhan pokok lainnya.
Seorang penasihat senior mengatakan:
“Dia akan terus mendorong solusi ekonomi yang lebih cepat dan lebih besar.”
Popularitas Merosot, Risiko Meningkat
Namun strategi agresif Trump terjadi di tengah turunnya persetujuan publik, yang kini anjlok ke 38%, titik terendah tahun ini menurut jajak pendapat Reuters/Ipsos. Para analis menilai, jika ketidakpuasan pemilih terus meningkat, Trump justru dapat menyeret partainya ke kekalahan.
Bahkan pengaruhnya di Kongres sempat terpukul ketika ia dipaksa mencabut penolakannya terkait pembukaan arsip Departemen Kehakiman soal Jeffrey Epstein, setelah mendapat tekanan dari kubu Partai Republik sendiri.
Andalan Baru: Pajak Diklaim Turunkan Beban Warga
Trump kini mendorong seluruh kandidat Partai Republik untuk menjual “jurus pamungkas”: paket pemotongan pajak yang disahkan Juli lalu. Langkah ini diklaim membuat pengembalian pajak warga AS pada April mendatang lebih besar—bahkan disebut sebagai “tameng psikologis” di tengah harga yang naik.
Rata-rata, pemotongan pajak ini bernilai $3.752 per wajib pajak pada 2026.
Namun analis menilai hasilnya belum tentu manjur.
“Pemotongan pajak tidak otomatis membuat harga turun,” kata Kyle Kondik, pengamat politik Universitas Virginia.
Pertarungan Penentu: Mencegah Impeachment Ketiga
Bagi Trump, memenangkan mayoritas di Kongres tidak hanya soal masa depan partai—tetapi juga keselamatan politiknya sendiri. Jika satu saja kamar Kongres jatuh ke tangan Demokrat, jalur pemakzulan ketiga bisa terbuka lebar.
“Senat adalah garis pertahanan terakhir,” kata seorang operatif Partai Republik.
Karena itulah Trump menekan sejumlah anggota untuk membatalkan ambisi jabatan baru dan kembali bertarung di kursi lama mereka—strategi yang terbukti berhasil meyakinkan beberapa nama seperti Bill Huizenga, Zach Nunn, dan Mike Lawler.
Trump Jadi “Magnet” Kampanye 2026
Trump meyakini performa GOP jeblok pada pemilu lokal karena dia tidak ada di surat suara. Karena itu, ia merencanakan untuk tampil dominan di kampanye 2026: safari politik, panggung-panggung besar, dan pesan ekonomi yang lebih keras.
RNC bahkan menyebut kehadiran langsung Trump sebagai “keuntungan penentu”.
Namun Demokrat justru tersenyum lebar.
Kendall Witmer, juru bicara DNC, mengatakan:
“Setiap panggung yang ia datangi hanya akan mengingatkan rakyat bahwa hidup mereka kini lebih sulit.”
