Ramaphosa Tutup KTT G20 dengan Ketukan Palu — di Tengah Drama Boikot AS dan Kisruh Serah Terima

Palu diketuk, drama memuncak. KTT G20 berakhir bukan dengan tepuk tangan, tapi dengan ketegangan diplomatik setelah Afrika Selatan menolak permintaan Amerika Serikat. Apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung?

Muhamad Rizki Sunarya

11/25/20251 min read

Cyril Ramaphosa closed the G20 foto oleh: theguardian.com

KTT G20 di Johannesburg berakhir dengan ketukan palu dari Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa—namun bukan tanpa drama besar di belakang layar. Di momen penutupan itu, Ramaphosa menolak usulan Amerika Serikat agar ia menyerahkan kepemimpinan G20 kepada seorang pejabat kedutaan AS yang dianggap terlalu junior untuk protokol internasional.

Afrika Selatan sebelumnya memamerkan KTT dua hari itu sebagai kemenangan diplomasi global. Tapi citra tersebut terusik oleh boikot Amerika Serikat, yang menuduh Pretoria melakukan diskriminasi terhadap minoritas kulit putih Afrikaner—sebuah klaim yang telah banyak dibantah.

Dalam pidato penutupnya, Ramaphosa menegaskan bahwa dunia sedang menghadapi tantangan besar, namun tetap mampu “datang bersama untuk mengejar dunia yang lebih baik.” Ketukan palu itu menjadi satu-satunya referensi dirinya pada negara yang memilih tidak hadir.

Deklarasi G20 tahun ini memuat fokus pada perubahan iklim dan kesetaraan gender—dua isu yang kerap ditentang oleh pemerintahan Donald Trump, yang sebelumnya menarik AS keluar dari Perjanjian Paris dan membalikkan banyak kebijakan terkait kesetaraan.

Namun Washington tetap melancarkan kritik. Juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, menuduh Ramaphosa “menghambat transisi kepemimpinan G20” dan menuding Afrika Selatan menggunakan presidensi G20 sebagai “senjata politik.”

Afrika Selatan membalas dengan tenang: mereka sudah menawarkan agar diplomat junior setingkat setara melakukan serah terima di kementerian luar negeri. “Dari kami, bola sudah bergerak. Kami selesai. Jika mereka mau datang, kami siap,” tegas Menlu Ronald Lamola.

Sementara itu, Argentina juga menolak menandatangani deklarasi KTT. Menteri luar negerinya, Pablo Quirno, menilai pernyataan G20 tidak mencerminkan kerumitan konflik Timur Tengah.

Dalam komunike resminya, G20 berjanji bekerja untuk perdamaian yang adil dan berkelanjutan—mulai dari Sudan, Republik Demokratik Kongo, Palestina, Ukraina, hingga konflik global lainnya.

Tahun 2026, G20 dijadwalkan berlangsung di Trump National Doral Miami, resor golf milik Trump Organization.

Absennya para pemimpin besar seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, dan Claudia Sheinbaum semakin menambah warna politik pada pertemuan yang seharusnya menjadi panggung persatuan ekonomi dunia.

Berita Terkait