Pemimpin Injili Murka: Pernyataan Trump soal Rob Reiner Disebut “Aib Generasi Kita”

Sebuah unggahan singkat Donald Trump memicu badai kecaman lintas iman—kali ini datang dari dalam komunitas Injili sendiri, yang menyebut kata-kata sang presiden sebagai noda moral Amerika modern.

Muhamad Rizki Sunarya

12/17/20251 min read

a man in a suit and tie with a flag
a man in a suit and tie with a flag

Sumber foto:WASHINGTON, DC

Pemimpin evangelikal ternama sekaligus pemimpin redaksi Christianity Today, Russell Moore, melontarkan kritik keras terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyusul komentarnya mengenai pembunuhan tragis sutradara legendaris Rob Reiner dan istrinya.

Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menyinggung latar belakang politik Reiner yang dikenal vokal mengkritik dirinya. Ia bahkan mengaitkan kematian Reiner dengan apa yang disebutnya sebagai “penyakit mental melumpuhkan” bernama Trump Derangement Syndrome (TDS), istilah yang kerap digunakan Trump untuk menyerang para pengkritiknya.

Trump menulis bahwa Reiner “dilaporkan tewas akibat kemarahan yang ia picu pada orang lain melalui obsesinya yang masif, tak tergoyahkan, dan tak tersembuhkan terhadap Presiden Donald J. Trump,” seraya menambahkan narasi tentang “Zaman Keemasan Amerika” di bawah kepemimpinannya.

Pernyataan tersebut langsung menuai reaksi keras. Moore membagikan unggahan Trump itu dan menambahkan komentar pedas:

“Bagaimana perilaku yang keji, menjijikkan, dan tidak bermoral seperti ini bisa menjadi sesuatu yang dinormalisasi di Amerika Serikat adalah hal yang kelak akan dipelajari oleh keturunan kita di sekolah—sebagai aib generasi kita.”

Sebagai pendeta Injili dan mantan pejabat tinggi Konvensi Baptis Selatan, Moore dikenal konsisten mengkritik Trump ketika ia menilai sang presiden menyimpang dari nilai-nilai iman Kristen. Pada 2023, Moore menerbitkan buku Losing Our Religion: An Altar Call for Evangelical America, yang memperingatkan bahwa belas kasih—inti ajaran Kristen—kian terkikis oleh politik kesukuan yang gemar mendemonisasi sesama manusia.

Dalam wawancara dengan NPR, Moore menggambarkan krisis moral yang lebih dalam di kalangan gereja:

“Yang paling mengkhawatirkan adalah ketika seorang pendeta berkata, ‘Saya secara harfiah mengutip Yesus Kristus,’ jawabannya bukan permintaan maaf, melainkan, ‘Ya, tapi itu tidak lagi relevan. Itu lemah.’ Saat ajaran Yesus sendiri dianggap subversif, kita sedang berada dalam krisis.”

Kritik juga datang dari kalangan media Kristen. Jangkar Christian Broadcasting Network, David Brody, menilai pernyataan Trump telah melampaui batas:

“Sangat menyedihkan melihat ini datang dari Presiden Trump. Ini bukan sekadar ‘Trump being Trump’. Ini adalah Trump yang tidak berkelas.”

Kontroversi ini kembali menyoroti jurang yang kian melebar antara retorika politik keras dan nilai-nilai moral yang selama ini menjadi fondasi komunitas religius Amerika.

Berita Terkait