Morgan Rogers: Dari Cemoohan Emery Menjadi Mesin Gol yang Bawa Villa Selangkah dari Puncak
Dua bulan lalu ia dimarahi di pinggir lapangan. Kini, pemuda 23 tahun ini menjadi alasan Unai Emery melempar jaketnya karena euforia.


Sumber foto:BBC
Dua bulan lalu, Morgan Rogers berdiri kebingungan di tengah lapangan Stadium of Light. Unai Emery memarahinya habis-habisan karena gagal mengantisipasi umpan terobosan saat Aston Villa gagal mengalahkan Sunderland—tim yang bermain dengan 10 pemain selama satu jam penuh.
Saat itu, Villa tenggelam dalam enam laga tanpa kemenangan. Rogers tampak seperti bagian dari masalah, bukan solusi. Minggu kemarin, Emery kembali meledak di pinggir lapangan. Namun kali ini berbeda sama sekali.
Ketika Rogers menyapu bola masuk untuk gol keduanya dan memulihkan keunggulan Villa, Emery melepas jaket tebalnya, merentangkan tangan, dan mengaum. Villa melaju menuju kemenangan kesepuluh beruntun—dan kini hanya terpaut tiga poin dari puncak klasemen yang diduduki Arsenal.
Kandidat Juara atau Anomali Statistik?
Pertanyaan tentang apakah Villa benar-benar dalam perburuan gelar tidak mudah dijawab. Sejarah, setidaknya di era pascaperang, dan status umum klub ini, mengatakan tidak. Villa juga tidak sepenuhnya meyakinkan dalam banyak pertandingan musim ini, meskipun kemenangan terus bertumpuk. Menurut data Opta, hanya dalam dua laga musim ini Villa mencatat selisih xG lebih dari 0,5 dibanding lawan mereka.
Untuk tim yang baru saja memenangkan 10 laga berturut-turut, Villa terlihat rentan secara aneh—namun untuk saat ini, margin tipis selalu berpihak pada mereka.
Strategi Sederhana: Bertarung, Lalu Serahkan pada Rogers
Pola permainan Villa belakangan ini tampak jelas: bertukar pukulan dengan lawan, lalu menunggu Rogers menyelamatkan mereka dengan sepasang finishing tajam. Itu terjadi di Leeds. Itu terjadi di West Ham. Dan itu terjadi melawan Manchester United.
Gol pertama Rogers lahir dari finishing brilian—bola melengkung tepat di dalam tiang dari sudut kotak penalti. Namun United seolah menggiring Rogers sendiri ke posisi ideal. Sepanjang laga, ia kerap melayang ke kiri, menghantui ruang di belakang Diogo Dalot.
Saat John McGinn menemukan Rogers, Leny Yoro tidak langsung menutup pemain berusia 23 tahun itu, meski bola memantul canggung dan butuh kontrol. Rogers punya waktu untuk mundur ke kaki kanannya, menciptakan sudut tembakan, lalu menyimpan bola ke sudut atas gawang.
Garis Bawah
Apakah Villa akan bertahan dalam perburuan gelar hingga Mei? Statistik mengatakan mereka bermain di atas kapasitas. Namun sepak bola tidak selalu patuh pada angka.
Yang jelas: dua bulan lalu, Morgan Rogers adalah simbol krisis Villa. Kini, ia adalah alasan mengapa klub ini bermimpi tentang sesuatu yang belum pernah mereka raih dalam 43 tahun.
