Eropa Masuki Era Ketidakpastian: Ketegangan dengan Rusia Picu Dampak Ekonomi hingga Kebijakan Pertahanan Baru

Ancaman Rusia Memaksa Eropa Menghabiskan Miliaran—Saat Ekonomi Belum Siap Menanggungnya

Muhamad Rizki Sunarya

11/25/20252 min read

Sumber Gambar NYTimes.com
Sumber Gambar NYTimes.com

Sumber foto:Nytimes

Ketegangan yang terus meningkat dengan Rusia kini tidak hanya mengguncang dunia diplomasi, tetapi juga membuka babak baru dalam perdebatan ekonomi dan strategi pertahanan di Eropa. Serangkaian insiden—mulai dari drone yang mendekati bandara di Jerman, Polandia, Belgia, hingga Estonia, serta sabotase yang makin sering terjadi—menjadi sinyal jelas bahwa perang Rusia–Ukraina bisa menjalar ke daratan Eropa kapan saja.

Dampak geopolitik ini berubah menjadi tekanan ekonomi yang nyata: negara-negara Eropa kini berlomba memperbesar anggaran militer, merekrut pasukan baru, dan memperkuat postur keamanan setelah puluhan tahun menikmati “dividen perdamaian” pasca-Perang Dingin.

Namun membangun kekuatan militer bukan hanya soal strategi perang—melainkan juga tantangan fiskal, politik, dan sosial.

Jerman: Menolak Wamil, Mengandalkan Relawan — tapi Risiko Rekrutmen Membayangi

Setelah perdebatan panjang yang menyangkut stabilitas anggaran negara dan arah geopolitik Eropa, Jerman memutuskan tidak menghidupkan kembali wajib militer. Berlin memilih model pasukan sukarela, meski tetap membuka opsi darurat untuk kembali ke sistem draft jika target rekrutmen gagal dipenuhi.
Keputusan ini mencerminkan dilema besar: bagaimana memperkuat pertahanan tanpa membebani ekonomi domestik yang sedang melambat?

Kroasia: Wajib Militer Kembali Setelah 18 Tahun

Berbeda dengan Jerman, Kroasia memilih langkah cepat dan tegas. Wajib militer resmi diberlakukan kembali untuk menjawab kebutuhan keamanan kawasan Balkan. Kebijakan ini diperkirakan akan meningkatkan belanja pertahanan negara dan memicu penyesuaian fiskal baru.

Polandia: Target 500.000 Prajurit, Latihan Wajib untuk Setiap Pria

Polandia menjadi salah satu negara paling agresif dalam memperluas militernya. Pemerintahan Donald Tusk ingin menggandakan kekuatan tempur dari 200.000 menjadi 500.000 personel.
Setiap pria direncanakan mengikuti pelatihan militer dasar—strategi yang tentu memiliki konsekuensi besar terhadap bujet negara, produktivitas tenaga kerja, dan struktur ekonomi nasional.

Denmark: Draft untuk Perempuan dan Layanan Diperpanjang

Denmark mengambil langkah berani dengan memperluas wajib militer hingga mencakup perempuan. Masa dinas diperpanjang dari empat bulan menjadi 11 bulan. Kebijakan ini menandai transformasi besar dalam strategi keamanan, sekaligus mengindikasikan peningkatan pembiayaan pertahanan dalam jangka panjang.
“Pertahanan membutuhkan seluruh kekuatan yang bisa kami mobilisasi,” ujar Michael W. Hyldgaard, Kepala Pertahanan Denmark.

Prancis & Inggris: Menghadapi Kekurangan Personel dengan Strategi Baru

Prancis bersiap meluncurkan program layanan militer opsional tahun depan, sementara Inggris menunjuk perusahaan rekrutmen swasta untuk merampingkan proses perekrutan mulai 2027. Langkah ini menunjukkan bahwa dua kekuatan ekonomi besar Eropa juga sedang menghadapi tantangan serius dalam memenuhi target NATO.

Kesimpulan: Tekanan Rusia Mengubah Peta Ekonomi Pertahanan Eropa

Konflik geopolitik kini memaksa negara-negara Eropa mengalihkan anggaran, meninjau ulang strategi keamanan, dan mengalokasikan investasi besar ke sektor pertahanan.
Dampaknya tidak ringan:

  • Belanja negara meningkat,

  • rekrutmen militer menjadi prioritas,

  • struktur ekonomi berubah,

  • dan debat publik semakin tajam.

Eropa kini berada di persimpangan penting—antara menjaga stabilitas ekonomi atau membangun tameng pertahanan terbesar sejak Perang Dingin.

Berita Terkait