Belajar dari Bencana Sumatera, Presiden Prabowo Dorong Revolusi Lumbung Desa untuk Ketahanan Pangan Indonesia
Ketika bencana memutus komunikasi dan jalur logistik, ketahanan sebuah bangsa diuji dari desa. Presiden Prabowo Subianto menegaskan: Indonesia harus kembali pada kearifan lama—lumbung pangan di setiap wilayah—agar negara mampu bertahan dalam krisis apa pun.


Sumber foto:Detiknews
Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyerukan seluruh daerah di Tanah Air untuk menarik pelajaran strategis dari rangkaian bencana alam yang melanda Sumatera, khususnya di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Menurutnya, krisis tersebut menegaskan satu pesan utama: setiap wilayah harus mampu bertahan secara mandiri ketika komunikasi dan jalur distribusi terputus.
Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat memberikan arahan kepada para kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Ia menekankan bahwa desa, kecamatan, hingga kabupaten tidak boleh sepenuhnya bergantung pada pasokan dari luar ketika situasi darurat terjadi.
“Kalau komunikasi putus, desa harus bisa bertahan. Kecamatan harus bisa bertahan. Kabupaten harus bisa bertahan,” ujar Prabowo.
Kembali ke Akar: Lumbung Desa sebagai Pilar Ketahanan
Prabowo mengingatkan bahwa konsep lumbung desa bukan gagasan baru. Sistem tersebut telah lama menjadi bagian dari peradaban Nusantara, berfungsi sebagai benteng pangan masyarakat di masa sulit. Kini, ia ingin konsep itu dihidupkan kembali secara sistematis dan berjenjang.
Menurut Prabowo, Indonesia harus memiliki lumbung pangan di setiap level pemerintahan—mulai dari desa hingga nasional—sebagai fondasi ketahanan pangan jangka panjang.
“Dulu ada lumbung desa. Sekarang harus ada lumbung desa, lumbung kecamatan, lumbung kabupaten, lumbung provinsi, sampai lumbung nasional. Kita akan lakukan itu,” tegasnya.
Geografi Luas, Logistik Mahal
Presiden juga menyoroti tantangan struktural Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas. Ketergantungan antarpulau, menurutnya, justru memicu lonjakan harga pangan di wilayah tertentu akibat mahalnya biaya logistik dan keterbatasan infrastruktur.
Ia mencontohkan, harga beras yang bisa diproduksi Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kilogram di satu daerah, dapat melonjak hingga Rp 25.000 di daerah lain karena faktor distribusi dan komunikasi.
“Kita dipaksa oleh alam kita sendiri untuk mengejar swasembada pangan di masing-masing wilayah,” katanya.
Pertanian Lokal sebagai Strategi Bertahan Bangsa
Prabowo mengajak setiap daerah mengembangkan pertanian sesuai karakter geografis dan potensi lokal—mulai dari padi, jagung, sagu, hingga singkong. Ia menilai langkah ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, melainkan strategi bertahan hidup bangsa dalam jangka panjang.
“Ini adalah kunci survival kita sebagai bangsa. Pelajaran ribuan tahun,” ujarnya.
Mengutip kearifan lama yang juga tercatat dalam tradisi keagamaan, Prabowo menegaskan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi siklus alam—masa surplus dan masa paceklik.
“Tujuh tahun baik, tujuh tahun sulit. Saat masa baik, kita harus bersiap. Saat masa sulit datang, kita tidak panik,” tutup Prabowo.
