Bagaimana Rubio Berusaha Menarik Rencana Damai Pro-Rusia ke Titik Tengah

Ketika Trump mengancam Ukraina di depan publik, satu orang diam-diam naik pesawat ke Jenewa untuk menghentikan krisis yang meledak dari dalam: Marco Rubio.

Muhamad Rizki Sunarya

11/25/20253 min read

Sumber foto:Bloomberg

Sementara Presiden Trump menyerang Ukraina di ruang publik, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio terbang ke Jenewa untuk menyelamatkan negosiasi yang nyaris ambruk.

Pekan lalu, Presiden Donald Trump memberi tenggat keras kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky: setujui detail draf kesepakatan damai 28 poin dengan Rusia — atau bersiap “bertarung sampai kehabisan napas.”

Namun saat Senin tiba, tenggat Thanksgiving itu lenyap. Dokumen 28 poin yang menuai kecaman karena dianggap terlalu menguntungkan Presiden Vladimir Putin, dipangkas menjadi sekitar 20 poin.

Poin-poin paling sensitif — seperti pembatasan ukuran militer Ukraina hingga larangan penempatan pasukan NATO — disingkirkan ke pembahasan lanjutan. Bahkan penentuan batas wilayah baru Ukraina–Rusia ditunda tanpa kepastian.

Harga kompromi ini? Banyak pejabat pemerintahan Trump memprediksi Putin akan menolak mentah-mentah versi terbaru tersebut — membuka jalan bagi negosiasi panjang yang justru ingin dihindari Trump.

“Rusia jelas punya suara di sini, bukan?” ujar Rubio saat meninggalkan Jenewa.
Dan memang, masa depan inisiatif damai sangat bergantung pada respons Kremlin.

Negosiasi dengan Lensa Berbeda

Bagi sebagian pejabat Trump, perundingan adalah soal mencari titik tengah. Namun bagi Putin, ini soal “mengembalikan” wilayah yang dianggap historis dan strategis bagi Rusia.
Sementara Ukraina dan Eropa memandang kesepakatan sebagai benteng moral: agresi militer tidak boleh diberi imbalan.

Kisah di balik rancangan kesepakatan yang memicu kegaduhan besar di AS dan Eropa ini dihimpun dari wawancara dengan setidaknya enam pejabat yang mengetahui pembicaraan tertutup tersebut.

Peluncuran rencana damai versi Washington berjalan kacau. Bocoran dokumen awal — pertama kali dipublikasikan Axios — membuat Eropa murka karena tak diajak berkonsultasi. Ukraina pun tersinggung; Zelensky menyebut negaranya seakan dipaksa memilih antara “martabat” dan sekutu terkuatnya.

Trump membalasnya dengan serangan di media sosial, sementara Rubio berusaha menenangkan Ukraina dengan revisi draf di Jenewa.

Rencana yang Tiba-Tiba Berubah

Minggu malam, warna rencana damai baru mulai terlihat, meski potensi suksesnya masih dipertanyakan.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan setelah revisi Rubio, “kami berada di posisi yang sangat baik.”
Namun ia mengakui, Putin tetap harus menyetujuinya — dan tidak ada yang bisa menjamin itu.

Zelensky mengatakan sejumlah “elemen penting” kini masuk dalam kerangka baru dan ia siap membahas “isu sensitif” secara langsung dengan Trump.

Pejabat AS menyebut negosiasi ini dipicu frustrasi Trump yang merasa belum mampu mengakhiri perang hampir empat tahun tersebut.

Dari Miami ke Jenewa: Rute Rahasia Rencana Damai

Setelah kesepakatan gencatan senjata Gaza pada September, Trump mengumpulkan Rubio, JD Vance, Steve Witkoff, dan Jared Kushner — meski tak memiliki posisi resmi. Trump meminta mereka mengulang “keberhasilan Timur Tengah” ke konflik Ukraina–Rusia.

Inilah yang membuka jalur pembicaraan rahasia:
• pertemuan di Miami dengan Kirill Dmitriev, utusan ekonomi Putin
• kunjungan senyap Rustem Umerov, penasihat keamanan nasional Ukraina.

Namun dokumen yang akhirnya disusun lebih banyak memuat masukan dari Moskow ketimbang Kyiv.

Kebocoran yang Membakar Washington dan Eropa

Rubio membela diri bahwa draf itu “sekadar ide awal,” tapi kebocoran membuat keretakan langsung terasa.

Eropa protes keras.
Jerman memperingatkan kesepakatan itu tak punya mekanisme untuk menahan Rusia.
Senator Mitch McConnell menyebut Putin “berusaha mempermainkan Trump.”

Delegasi militer AS memaparkan draf itu ke Ukraina yang skeptis. Vance sendiri — yang dikenal keras terhadap Zelensky — turun langsung menelepon pemimpin Ukraina tersebut.

Rubio Berusaha Mengambil Alih Kendali

Rubio terbang ke Jenewa dan mencoba mengatur ulang arah negosiasi.
Ia menelepon senator-senator AS untuk menjelaskan bahwa dokumen 28 poin itu “bukan rencana damai AS,” melainkan kumpulan posisi awal kedua pihak — termasuk tuntutan Rusia.

Namun pernyataannya justru memicu persepsi bahwa rencana tersebut adalah “draf versi Rusia.” Rubio buru-buru menyangkal.

Meski begitu, ia mengakui draf awal dibuat berdasarkan daftar tuntutan Rusia yang diterima AS dalam berbagai bentuk, termasuk “nonpaper.”

Akhir pekan itu, Rubio menghapus sementara beberapa poin paling kontroversial:
• larangan permanen Ukraina masuk NATO
• larangan pembentukan pasukan keamanan gabungan NATO di Ukraina
• keharusan menyerahkan wilayah kepada Rusia (kini direvisi ulang).

Tetapi persoalan terbesar tetap tersisa: itulah poin-poin yang paling diinginkan Putin.

Tidak Ada Sinyal Putin Akan Menyerah

Para analis Rusia menilai tak ada tanda Putin siap mengakhiri perang ataupun menghentikan serangan.
Ia telah menolak semua tawaran gencatan senjata dari Trump tahun ini.

Sementara itu, perang terus berlangsung. Selasa dini hari, ledakan keras mengguncang Kyiv saat Ukraina menangkis serangan udara besar-besaran Rusia.

Berita Terkait